KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN DI TK (ANAK USIA DINI)








Karakteristik Anak Usia TK

Mengenal karakteristik peserta didik untuk kepentingan proses pembelajaran merupakan hal yang penting. Adanya pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif. Berdasarkan pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik, para guru dapat merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai perkembangan anak. Pembahasan berikut ini tidak akan mengurangi secara rinci teori-teori perkembangan anak usia ini karena hal itu perlu kajian tersendiri. Namun dalam uraian ini akan diidentifikasi sejumlah karakteridtik anak usia TK untuk kepentingan pembahasan pengelolaan kelas di TK.

Menurut Mushtafa (2002) praktik pendidikan dan pengajaran anak usia dini selama beberapa dasawarsa belakangan ini sangat dipengaruhi oleh teori perkembangan Jean Piaget. Piaget mengkatagorikan empat tahapan perkembangan kognitif dan afektif yang dilalui manusia. Menurut teori ini, anak-anak berkembang secara kognitif melalui keterlibatan aktif dengan lingkungannya. Dikaitkan dengan teori ini, perkembangan anak usia dini berada pada tahap berpikir pra-operasional (usia 2-7 tahun). Pada tahap ini perkembangan anak sudah ditandai dengan perkembangan bahasa dan berbagai bentuk representasi lainnya serta perkembangan konseptual yang pesat. Proses berfikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol seperti kata-kata yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu. Manipulasi symbol, termasuk kata-kata, merupakan karakteristik penting dari tahap pra-operasional. Hal ini tampak dalam meniru sesuatu yang tertunda sehingga menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura bermain (Piaget, 1951) yang dikutip Mussen, Conger, Kagen dan Huston (1984). Nalar anak-anak pada tahap ini belum tampak logis dan mereka cenderung sangat egosentris. Egosentris pada anak usia prasekolah tidak berarti ia mementingkan diri sendiri, melainkan anak usia prasekolah tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain.

Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai ciri sebagai berikut :
  1. Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya;
  2. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan piawai dalam mengolah input dari lingkungannya;
  3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai situasi yang bertautan langsung dengan minat dan peng- alamannya;
  4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek, mereka gandrung mengulang-ngulang kegiatan atau permainan yang sama;
  5. Anak-anak pra-sekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat pengalaman konkret dan aktivitas motorik.
Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki sekolah dasar mereka mempunyai ciri sebagai berikut :
  1. Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada pada tahap berpikir pra-operasional dan cocok belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi tujuan sesaat;
  2. Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-kata, dan mempelajari benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai anak-anak
  3. Mereka belajar melalui bahasa lisan dan pada tahap ini bahasanya telah berkembang dengan pesat; dan
  4. Pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan yang jelas dan intruksi spesifik.
Banyak teori perkembangan yang dihasilkan oleh para ahli; suatu teori mempunyai perbedaan dan persamaan dengan teori lainnya serta terjadinya perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Solehuddin (2002) mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagi berikut :
  1. Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi dan pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya masing-masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola perkembangan anak secara umum, dan kenyataan anak sebagai individu berkembang dengan potensi yang berbeda-beda.
  2. Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku secara spontan oleh anak akan menampakan bahwa perilaku yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak ditutup-tutupi. Dengan kata lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang dirasakan oleh anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka. Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan menangis kalau ia dirangsang oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.
  3. Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia prasekolah merupakan suatu kesenangan yang kadang kala terlihat seakan-akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan energik ini akan tampak lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan menyenangkan.
  4. Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan sendiri.
  5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Anak pada usia ini juga mempunyai sifat banyak memperhatikan, membicarakan den mempertanyakan berbagai hal yang dilihat dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.
  6. Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang untuk mencoba, menjelajah, dan ingin mempelajari hal-hal yang baru. Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak ingin membongkar pasang alat-alat mainan yang ada.
  7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat imajinatif. Oleh karena itu, mereka mampu untuk bercerita melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan implikasi terhadap pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode belajar.
  8. Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau menangis apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait dengan sifat lainnya seperti spontanitas dan egosentris.
  9. Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Apakah suatu aktivitas dapat berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya belum memiliki pertimbangan yang matang untuk itu. Oleh karena itu lingkungan anak terutama untuk kepentingan pembelajaran perlu terhindar dari hal atau keadaan yang membahayakan.
  10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki daya perhatian yang pendek kecuali untuk hal-hal yang sangat disenanginya.
  11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial. Dengan mempelajari sejumlah ciri dan potensi yang ada pada anak, misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan mempunyai daya ingat lebih kuat, maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat kesempatan belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada usia ini anak secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan hakikat dari proses belajar. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak perlu dikembangkan sesuai potensi yang dimilikinya.
  12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. Anak mempunyai keinginan yang tinggi untuk berteman. Anak memiliki kemampuan untuk bergaul dan bekerjasama dengan teman lainnya.
Seiring dengan pendapat diatas, Snowman (1993) yang dikutip oleh Patmonodewo (2000) anak usia prasekolah atau TK memiliki sejumlah ciri yang dapat dilihat dari aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.

1.    Ciri fisik
  • Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat menyukai kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang dapat diamati adalah seperti; suka berlari, memanjat dan melompat.
  • Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif, maka biasanya setelah melakukan banyak aktivitas anak memerlukan istirahat walaupun kadangkala kebutuhan untuk ber-istirahat ini tidak disadarinya.
  • Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari control jari dan tangan. Dengan demikin anak usia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas yang rumit seperti mengikat tali sepatu.
  • Sulit memfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya sehingga koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.
  • Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak sehingga berbahaya jika terjadi benturan keras.
  • Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus.
2.    Ciri Sosial
  • Anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat tetapi sahabat ini cepat berganti. Penyesuaian diri mereka berlangsung secara cepat sehingga mudah bergaul. Umumnya mereka cenderung memilih teman yang sama jenis kelaminnya, kemudian pemilihan teman berkembang kejenis kelamin yang berbeda.
  • Anggota kelompok bermain jumlahnnya kecil dan tidak terorganisir dengan baik. Oleh karena itu kelompok tersebut tidak bertahan lama dan cepat berganti-ganti.
  • Anak yang lebih kecil usianya seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar usianya.
  • Pola bermain anak usia prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan gender.
  • Perselisihan sering terjadi, tetapi hanya berlangsung sebentar kemudian hubungannya menjadi baik kembali. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan perselisihan.
  • Anak usia prasekolah telah mulai mempunyai kesadaran terhadap perbedaan jenis kelamin dan peran sebagai anak laki-laki dan anak perempuan. Dampak kesadaran ini dapat dilihat dari pilihan terhadap alat-alat permainan.
3.    Ciri Emosional
  • Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka. Ciri ini dapat dilihat dari sikap marah yang sering ditunjukannya.
  • Sikap iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi, sehingga mereka berupaya untuk mendapatkan perhatian orang lain secara berebut.
4.    Ciri Kognitif
  • Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berrbahasa. Pada umumnya mereka senang berbicara, Khususnya dalam kelompoknya.
  • Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi, dan kasih sayang.
Sementara itu, Santoso (2000) mengemukakan pula beberapa karaktrestik anak pra sekolah,yaitu:
a. Suka meniru,
f. Suka bermain,
b. Ingin mencoba ,
g. Ingin tahu (suka bertanya),
c. Spotan,
h. Banyak gerak,
d. Jujur,
i. Suka menunjuk akunya, dan
e. Riang,
j. Unik.
Sebagai indivdu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa mempertimbangkan kemampuan yang ada padanya. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang kala muncul secara spontan. Sikap jujur yang menunjukan kepolosan seorang anak merupakan cirri yang juga dimiliki oleh anak. Kehidupan yang dirasakan anak tanpa beban menyebabkan anak selalu tampil riang, anak dapat bergerak dan beraktivitas. Dalam aktifitas ini, anak cenderung pula menunjukkan sifat akunya, dengan mengakibatkan apa yang dimiliki oleh teman lain. Akhirnya sifat unik menunjukan bahwa anak merupakan sosok individu yang komp-leks yang memiliki perbedaan dengan individu lainnya. Pemahaman guru tentang karakteristik anak akan bermanfaat dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak

Implikasi Terhadap Pembelajaran
Praktek pembelajaran anak usia dini yang berorientasi perkembangan amatlah diperlukan. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa penye-lenggaraan pembelajaran bagi anak usia diniyang di dalamnya termasuk usia TK haruslah bertumpu atas pemahaman yang jelas atas karakteristik peserta didik sehingga proses pembelajaran memberikan dampak positif bagi perkembangan anak. Di samping perlu pemahaman tarhadap karakteristik anak, hakikat belajar yang akan dilakukan juga penting dipahami oleh pendidik. Ada dua pendangan terhadap belajar, yaitu behaviorisme dan konstruktivisme (Seniawan, 2002). Menurut pandangan behaviorisme belajar terjadi karena pengaruh lingkungan. Belajar terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanis. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan yang sistematis dan terencana sehingga dapat memberikan stimulus yang pada gilirannya manusia dapat memberikan respon terhadap rangsangan tersebut. Semen-tara itu, belajar menurut pandangan konstuktivisme adalah membangun pe-ngetahuan itu sendiri stelah dipahamai, dicernakan, dan merupakan per-buatan dari dalam diri seseorang. Dengan demikian proses pembelajaran perlu memperhatikan aspek individu anak dan faktor lingkungan.
Secara lebih khusus, kegiatan pengelolaan kelas yang dilakukan guru hendaknya didasarkan atas pemahaman terhadap konsep belajar dan ber-orientasi pada perkembangan serta karakteristik anak usia TK. Keadaan ini akan memberikan kontribusi bagi anak dalam belajar sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, bredekamp dan rosegrant (1991/1992 dalam sholehuddin, 2002) menjelaskan bahwa anak akan belajar dengan baik dan bermakna apabila;
  1. Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi;
  2. Anak mengkonstruksi pengetahuan;
  3. Anak belajar melalui interaksi sosial denagn orang dewasa dan anak-anak lainnya;
  4. Kegiatan belajar anak merefleksikan suatu lingkaran yang tak pernah putus yang mulai dengan kesadaran kemudian beralih ke eksplorasi, pencarian, dan akhirnya penggunaan;
  5. Anak belajar melalui bermain,
  6. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan
  7. Unsur variasi individual anak diperhatikan.
Selanjutnya, Musthafa (2002) mengemukakan sejumlah prinsip pembelajaran yang dapat dipertimbangkan untuk membuat desain intervensi strategis pembelajaran anak usia dini.
  1. Berangkat dari yang dibawah anak-anak. Upaya pembelajaran yang dilakukan hendaknya bermula dan berorientasi pada perkembangan peserta didik. Dalam proses pembelajaran, suatu pemahaman baru dapat dibangun kalau peserta didik mau dan mampu menghubungkan sesuatu yang baru ditemuinya itu dengan apa yang terlebih dahulu diketahui dan pahaminya. Keadaan ini mengharuskan pendidik untuk berupaya memahami apa yang pada diri peserta didik sebelum proses pembelajaran dilakukan.
  2. Aktivitas belajar harus menantang pemahaman anak dari waktu ke waktu. Proses belajar terjadi dalam dua arah, yaitu dari yang umum ke yang khusus dan dari yang spesifik ke yang umum. Suatu pengetahuan baru akan tersusun atas pengetahuan kasus perkasus melalui proses peninjauan ulang dan penyelarasan yang dilakukan peserta didik. Kaji ulang dan penyelarasan terjadi apabila peserta didik dihadapkan pada bukti-bukti ) benda, peristiwa, konsep, penjelasan baru sehingga hal ini akan dihubungkan dengan apa yang telah ada pada peserta didik.
  3. Guru menyodorkan persoalan-persoalan yang relavansinya tengah dirasakan oleh anak. Dalam upaya menjamin terjadinya proses belajar pada diri peserta didik guru hendaknya mampu menangkap momentum kebutuhan belajar peserta didik dengan cara menyodorkan bebagai persoalan pada saat mereka merasakan adanya relevansi terhadapa apa yang dipelajari.
  4. Guru membangun unit-unit pembelajaran seputar konsep-konsep dan tema-tema besar. Anak-anak usia dini belajar secara holistic dan terintegrasi. Oleh karena itu guru seharusnya mengupayakan agar apa yang disampaikan kepada peserta didik berbentuk konsep-konsep esensial dan tema-tema besar yang mudah untuk dikontekstualkan.
Prinsip-prinsip pembelajaran anak usia dini yang telah dikemuakakan Solehuddin dan Musthafa perlu dipedomani oleh guru dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas di TK. Kelas sebagai wadah tempat belajar bagi anak harus merupakan lingkungan yang aman dan kondusif sehingga anak berkembang kea rah yang positif. Kelas hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan aktivitas belajar, berinteraksi dengan teman lainnya, belajar sambil bermain dengan penuh rasa senang dan gembira. Kelas hendaknya telah dilengkapi dengan sejumlah peralatan bermain sehingga anak secara individual dapat memilih alat permainan sesuai minat dan kegemaranya. Pengaturan peralatan dalam kelas memungkinkan guru utuk mengembangkan rangkain pola pembelajaran secara bervariasi.
Perlu diketahui bahwa bermain bagi anak usia TK merupakan aktivitas yang sangat disenangi. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang dilkukan mengacu pada konsep belajar sambil bermain. Bermain merupakan kegiatan yang dipilih sendiri oleh anak berdasarkan kesukaanya bukan karena adanya dorongan dari luar diri anak seperti mengharapkan pujian atau hadiah. Semiawan (2002) menyatakan bahwa bermain adalah salah satu alat utama yang menkadi latihan bagi anak untuk pertumbuhanya. Bermain adalah medium, dimana si anak mencoba dir untuk melatih kemampuannya.
Patmonodewo (2002) mengklasifkasikan kegiatan bermain menjadi bermain bebas, bermain di bawah bimbingan dan berman dengan di arahkan. Bermain bebas merupakan kegiatan bermain di mana anak-anak mendapat kesempatan secara bebas untuk memilih alat-alat dan bentuk permainan. Pada kegiatan bermain dengan bimbingan, guru menyediakan, memilih dan kemudian berupaya membimbing anak untuk menggunakanya sehingga anak menemukan suatu konsep. Dalam bermain yang diarahkan, guru mengajarkan kepada anak bagaimana cara menyelesaikan suatu tugas tetentu.
Disamping pengaturan ruang kelas, lingkungan belajar di luar kelas pun mesti mendapat perhatian guru untuk ditata secara sistematis dan terencana. Lingkungan luar kelas yang tertata dengan baik akan memberikan dampak positif bagi anak dalam belajar, sehingga lingkungan yang demikian dapat memberikan stimulus yang tepat untuk merangsang anak dan anak pun dapat meresponnya dengan baik.
Kegiatan pengelolaan kelas akan dibahas secara rinci dalam bab tersendiri termasuk pengaturan ruangan serta penataan alat-alat bermain yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Berikut ini disajikan komponen-komponen terintegrasi dari praktek pendidikan yang layak dan tidak layak diterapkan pada anak (appropriate and inappropriote) yang erat kaitanya dengan penglolaan kelas di TK (Purnani dan Subekti, 1995).

1.    Komponen Kurikulum
a.    Layak dilaksanakan
  • Diusahakan merangsang pengalaman-pengalaman yang dibutuhkan anak dan mampu mendorong kegiatan belajar anak dalam aspek-aspek jasmani (fisik), sosial, emosioanal, dan intelektual. Setiap anak diperlukan sebagai makhluk manusia yang memiliki pola dan waktu yang berbeda untuk tumbuh dan berkembang. Rancangan kurikulum dan interaksi orang dewasa anak hendaknya sesuai dengan perbebaan minat dan kemampuan anak.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Anggapan bahwa pengalaman belajar dapat direncanakan untuk satu aspek saja, misalnya aspek kognitif. Anggapan ini melupakan bahwa anak belajar secara integrative, aspek-aspek sosial, emosional, fisik dan intelektual berkembang secara interaktif.
  • Anggapan bahwa anak dievaluasi yang kriterianya telah ditetapkan sebelum dilaksanakan, misalnya standar kelompok atau norma-norma prilaku standar orang dewasa.
2.    Komponen Strategi Mengajar
a.    Layak dilaksanakan
  • Agar guru merancang lingkungan belajar, sehingga anak dapat bereksplorasi aktif, berinteraksi dengan teman sebaya, guru dan alat- alat pelajaran.
  • Di lingkungan belajar, anak dapat dengan leluasa atas inisiatif sendiri memilih kegiatan-kegiatan belajar mana yang dilakukan, misalnya bermain drama, bermain balok, hitung menghitung, buku-buku rekaman video, seni atau musik.
  • Di lingkungan belajar, anak dapat bergerak secara aktif baim fisik maupun psikis, belajar sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok.
  • Aktivitas belajar, pengalaman belajar, dan ala-alat pelajaran yang dirancang sesuai dengan lingkungan anak.
  • Tugas guru adalah membimbing dan mengarahkan anak.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Bila rancangan pengalaman anak disusun secara terstuktur, dan berorientasi pada guru.
  • Bila guru menentukan semua atifitas belajar anak.
  • Bila anak tidak berkesempatan bergerak secara leluasa baik fisik maupun mentalnya.
  • Banyak waktu untuk belajar dalam kelompok besar yang berorientasi pada guru mengajar
  • Alat pelajaran buku-buku, kartu, dan lainya yang bersifat abstrak dan tidak sesuai minat anak
  • Kegiatan belajar banyak mengahafal dan bila anak menjawab pertanyaan guru harus setuju dengan jawaban yang benar.
3.    Komponen Bimbingan terhadap Perkembangan Sosial Emosional
a.    Layak dilaksanakan
  • Memiliki teknik bimbingan yang positif seperti modeling dan pemberian semangat agar anak berani berbuat sesuatu yang baik dan benar menurut nalurinya dan dapat diterima oleh masyarakat
  • Memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan perbuatan- perbuatan sosial yang positif, seperti kerjasama, membantu orang tua, dan mendengarkan keluhan-keluhan orang lain.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Guru menampilkan sikap yang emosional seperti pemarah, judes, suka menghukum
  • Tidak berlaku sebagai model yang baik untuk anak.
4.    Komponen Bahasa
a.    Layak dilaksanakan
  • Sebelum anak belajar membaca dan menulis, kepada mereka dijelaskan apa manfaat bacaan dan penulisan bagi penambahan pengetahuan dan berkomunikasi dengan orang orang lain. Pengalaman yang dapat diberikan seperti melalui buku cerita, surat, memajang gambar yang bertulisan dan drama.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Hindarkan cara-cara menarik minat siswa terhadap baca tulis melalui kegitan-kegiatan belajar yang tidak menarik. Misalnya: guru memperkenalkan huruf-huruf dan angka-angka dengan terpisah atau mengerjakan setiap huruf menuliskannya satu persatu menurut akhiran menulis yang benar.
5.    Komponen Perkembangan Kognitif
a.    Layak dilaksanakan
  • Guru menyediakan benda-benda nyata seperti balok-balok, pasi, kertas berwarna, lidi, air yang ada sekitar anak. Dengan benda-benda itu anak dapat membentuk, membandingkan, menggolongkan, menghitung, menanam, menyiram, bahkan membongkar pasang. Sambil beraktivitas anak dapat mengengarkan musik dan mengikuti iramanya
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Pengajaran mengutamakan kemampuan menghafal huruf, angka, dan nama-nama menirukan lagu tampa arti kata dalam lagu, menghapal perkalian. Ini hanya mengembangkan satu aspek yaitu menghafal.
6.    Komponen Perkembangan Jasmani/Fisik
a.    Layak dilaksanakan
  • Merancang kegiatan untuk melatih otot-otot besar anak, misalnya melalui gerakan sewaktu berlari, melompat, mengangkat benda bersama dan tarik tambang.
  • Melatih otot kecil, seperti mengayun tongkat, melempar bola, menggambar, menulis dan menggunting
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Membatasi waktu latihan krena menilai menghabiskan waktu
  • Latihan otot kecil dimulai dengan menulis dengan pensil dan mewarnai gambar yang sudah ada
7.    Komponen Perkembangan Estetik
a.    Layak dilaksanakan
  • Guru menyediakan macam-macam media seni dan musik dalam lingkungan belajar anak. Anak menggambar, membentuk gambar dari tanahliat, kain perca, sobetan kertas, susunan balok dan pasir sambil melakuakan gerak-gerakan mengikuti irama musik.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Pengembangan ini tidak disiapkan secara teratur, hanya ada bila ada waktu sisa belajar. Kegiatan meniru model-model benda yang disediakan dan sesuai perintah guru.
8.    Komponen Motivasi
a.    Layak dilaksanakan
  • Guru merancang rasa ingin tahu dan keinginan anak untuk eksplorasi benda-benda yang ada di lingkungannya. Hal ini dapat dilakukan guru dengan cara menyediakan berbagai alat permainan yang disukai anak, misalnya mobil-mobilan, balok, air atau pasir.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Guru memberikan motivasi kepada anak untuk giat belajar dengan maksud memperoleh pujian atau bentuk penghargaan yang berisifat ekstrinsik.
9.    Komponen Hubungan Orang Tua dan Guru
a.    Layak dilaksanakan
  • Adanya kerjasama yang baik secara berkesinambungan antara guru dan orang tua untuk keberhasilan program di sekolah
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Hubungan guru dan orang tua anak dilakukan hanya bila masalah-masalah dan konflik di sekolah
10.    Komponen Assesment (Penilaian)
a.    Layak dilaksanakan
  • Menilai anak dilakukan secara terus menerus berdasarkan hasil pengamaatan dan catatan yang dibuat guru (developmental asseament).
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Menggunakan tes psikomotorik saat mendaftar masuk dan selama kegiatan belajar sebagai satu-satunya ukuran yang dipercaya untuk melakukan penilaian.
11.    Komponen Kualifikasi Guru
a.    Layak dilaksanakan
  • Guru telah memilih kualifikasi untuk mengajar anak taman kanak-kanak dari perguruan tinggi dan cukup berpengalaman.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Guru terdiri dari orang-orang yang telah memiliki izajah negara tanpa melihat kualitas tingkat program pendidikan.
12.    Komponen Dewan Guru
a.    Layak dilaksanakan
  • Rasio guru anak yang ideal adalah 20 orang anak dengan 2 orang guru. Rasio guru-anak ini memungkinkan dilaksanakan pengelolaan dan pelayanan individual dalam proses pembelajaran.
b.    Tidak layak dilaksanakan
  • Rasio guru-anak di TK disamakan dengan rasio guru-murid di SD. Alasan yang digunakan untuk menetapkan rasio ini adalah bahwa anak-anak lebih tua dapat mengurus diri sendiri di dalam kelompok yang besar.
Senada dengan hal diatas, Kellough (1996) mengemukakan sejumlah kesalahan umum yang dilakukan guru pemula sehingga menyebabkan anak salah berprilaku. Sering kali perilaku anak yang tidak tepat di kelas merupakan akibat langsung dari hal yang dilakukan guru.
  1. Perencanaan jangka panjang yang tidak tepat. Perencanaan pembelajaran jangka panjang perlu disusun guru dengan berorientasi pada perkembangan anak dan mempedomani prinsip-prinsip pembelajaran anak TK. Bentuk kesalahan yang dilakukan berkenaan dengan perencanaan pembelajaran jangka panjang ini dapat dilihat dari tidak jelasnya; tujuan kegiatan pembelajaran, jumlah hari dan waktu efektif untuk pelaksanaan pembelajaran dan sebaran tema-tema pembelajaran secara terintegrasi. Kesalahan guru menyusun perencanaan jangka panjang ini dapat memunculkan masalah di kelas sehingga mengganggu efektivitas pembelajaran.
  2. Garis besar perencanaan harian. Garis besar perencanaan harian untuk kegiatan pembelajaran harus memperhatikan tema-tema aktifitas dan area perkembangan anak secara terpadu. Ini berarti bahwa bentuk kesalahan guru berkenaan dengan perencanaan harian adalah mengakibatkan tema-tema atau tidak mengintegrasikan tema ke dalam perencanaan yang dibuat dengan berorientasi pad perkembangan anak. Garis besar perencanaan harian yang disusun guru secara tidak tepat yang disusun guru merupakan tanda untuk pengajaran yang tidak efektif. Hal ini dapat menyebabkan munculnya masalah pengelolaan kelas,. Yang tampak dari adanya perilaku anak yang menyimpang, keadaan ini dapat berpengaruh terhadap kegagalan pencapaian tujuan pembelajaran.
  3. Penekanan Negatif. Perlakuan guru yang terlalu banyak memberikan peringatan verbal pada anak terhadap perilaku positif yang dilakukan anak, merupakan tindakan guru yang tidak mendukung penciptaa suasana kelas yang kondusif.
  4. Membiarkan tangan anak terangkat ke atas terlalu lama. Guru harus merespon reaksi anak dengan cepat. Kesalahan yang dilakukan guru, misalnya membiarkan anak mengacungkan tangan terlalu lama sehingga mereka kelihatan akan bermain-main. Walaupun guru tidak harus memanggil anak setelah mereka angkat tangan, namun guru harus mengenal respons mereka dengan cepat, seperti dengan anggukan atau melambaikan tangan, sehingga mereka bisa menurunkan tangannya dan kembali bekerja. Ini berarti bahwa kelengahan guru terhadap respon anak dapat mendorong anak berperilaku menyimpang sehingga aktivitas pembelajaran di kelas akan terganggu.
  5. Berlama-lama dengan seorang anak atau kelompok sembari gagal memonitori ke sekeliling kelas. Berlama-lama dengan seorang anak atau kelompok kecil mengakibatkan anak atau kelompok lain terabaikan. Anak atau kelompok lain yang diabaikan guru dalam waktu lama, menyebabkan anak- anak akan berperilaku mengganggu aktivitas kelas. Oleh karena itu, untuk melakukan pengelolaan kelas yang baik, guru harus secara continue memonitor anak ke seluruh kelas.
  6. Memulai aktivitas baru sebelum memperoleh aktivitas anak. Sebuah aktivitas baru yang akan dilakukan guru dapat dimulai apabila anak sudah memberikan perhatian penuh terhadap aktivitas tersebut. Ini berarti, memulai aktivitas baru tanpa adanya perhatian yang pennuh dari anak akan menimbulkan perilaku anak yang menyimpang. Agar anak dapat memberikan perhatian penuh terhadap aktivitas yang akan dilakukan, guru dapat melakukan kiat tertentu, misalnya dengan bertepuk tangan, menyampaikan himbauan dengan ramah, memberikan kode tertentu atau memberikan teguran dengan lunak kepada anak yang belum memusatkan perhatian kepada aktivitas baru.
  7. Terlalu cepat melangkah. Anak-anak perlu waktu untuk mengikuti, memahami kata-kata yang digunakan guru, dan melakukan aktivitas yang disukainya. Oleh karena itu, guru seharusnya tidak cepat melangkah ke prosedur lain, sementara anak masih belum selesai mengerjakan prosedur sebelumnya. Guru perlu juga memahami bahwa kecepatan anak melakukan sesuatu tidak sama. Guru yang melangkah dengan cepat, dan mengabaikan anak yang tertinggal dalam suatu aktivitas dapat menyebabkan anak tersebut akan mengganggu kegiatan kelas.
  8. Tingkat suara yang selalu terlalu keras atau terlalu lunak. Suara guru yang terlalu keras dari hari kehari dapat menjadi menjengkelkan bagi beberapa anak. Sebaliknya, suara guru yang terlalu lunak juga menyebabkan anak memutuskan perhatian terhadap aktivitas pembelajaran yang dilakukan. Jika ini terjadi, mereka lebih cenderung memilih kegiatan bermain yang disukai ketimbang mengikuti kegiatan kelompok yang dibimbing guru dengan suara keras atau lunak.
  9. Menandai judul sebuah majalah tanpa terlebih dahulu memberikan topik pemikiran yang hati-hati. Guru perlu menimbang aktivitas belajar anak dengan penuh hati-hati. Kecerobohan guru dalam membimbing anak dapat berdampak negative terhadap aktivitas belajar dan perkembangan anak pada umumnya. Dengan kata lain, ketidakhati-hatian guru dapat mengakibatkan terjadinya salah pemahaman bagi anak.
  10. Duduk sambil mengajar. Guru yang duduk sambil melakukan aktivitas pembelajaran merupakan sikap yang tidak mendukung penciptaan suasana kelas yang kondusif di TK. Pada saat bercerita, misalnya, cerita guru menjadi kurang menarik bagi anak apabila guru menyampaikan sambil duduk. Hal ini disebabkan karena anak-anak yang posisinya jauh dari guru akan memilih melakukan kegiatan lain pula yang kadang kala akan mengganggu aktivitas belajar di kelas. Berdiri dan bergerak ke segala arah untuk mendekati anak merupakan cara yang baik bagi guru yang dalam menjalankan tugas-tugas pembelajaran.
  11. Terlalu serius, tidak menyenangkan. Tak seorangpun akan setuju dengan ungkapan bahwa pengajaran yang bagus adalah kesibukan yang serius. Anak- anak menanggapi yang terbaik, bagaimanapun, bagi guru-guru yang secara jelas menikmati dan senang bekerja bersama dan membantu anak belajar. Untuk menciptakan suasana seperti ini guru perlu bersikap humor bersama anak-anak di sela-sela aktivitas belajar yang dilakukan. Terlalu serius dapat menimbulkan kebosanan bagi anak sehingga ia akan membuat pilihan aktivitas lain di kelas sesuai dengan keinginannya.
  12. Menggunakan strategi mengajar yang sama atau kombinasi strategi dari hari yang sama (itu ke itu saja). Penggunaan strategi pembelajaran bervariasi tinggi sangat dibutuhkan di TK. Kesenangan, kegembiraan, keaktifan akan ditampilkan oleh anak apabila guru menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi. Kebosanan anak terhadap strategi pembelajaran guru yang monoton, dapat mendorong anak untuk berperilaku yang tidak diinginkan.
  13. Memanfaatkan kesenyapan yang tidak memadai (menunggu waktu) setelah menanyakan isi pertanyaan pembelajaran. Guru TK perlu memberikan waktu yang cukup bagi anak untuk merespon suatu stimulus atau pertanyaan yang diajukan guru. Alasannya adalah karena anak membutuhkan waktu untuk memahami pertanyaan guru dan melakukan aktivitas sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh guru.

Sumber : http://ramlimpd.blogspot.com/2011/09/karakteristik-pembelajaran-di-tk-anak.html

Categories: Share

Leave a Reply