Tampilkan postingan dengan label Kuliah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kuliah. Tampilkan semua postingan

PENDAHULUAN

Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas sudah menjadi seolah-olah sempit. Interaksi antar manusia dalam wujud tertentu sudah tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Interaksi tersebut salah satunya dalam bentuk komunikasi. Komunikasi melalui media saat ini sudah menjadi suatu budaya. Media yang biasa digunakan adalah media audio, visual dan audio visual. Perkembangan interaksi antar manusia melalui media semakin maju seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju . Dimana sains memberi kontribusi terbesar bagi perkembangan teknologi media. Media audio, visual dan audio visual menjadi suatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Semua media tersebut berbasis pada teknologi informasi. Informasi yang disampaikan melalui media memberi warna baru pada peradaban umat manusia.

Perkembangan mobilitas komunikasi dan informasi yang kian cepat memerlukan kesiapan semua pihak untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lebih efektif. Hal tersebut diperlukan agar kita tidak hanya dimanfaatkan oleh pihak lain tetapi dapat memanfaatkan teknologi informasi tersebut untuk kesejahteraan kita. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Menguasai bahasa menjadi tuntutan pertama jika kita ingin berkomunikasi dan mendapatkan informasi secara efektif. Bahasa yang saat ini dianggap sebagai bahasa yang dapat digunakan secara luas dan efektif adalah Bahasa Inggris. Hal tersebut disebabkan oleh karna penduduk dunia sebagian besar sebagai pengguna dan mempunyai kepentingan untuk menggunakan Bahasa Inggris. Apalagi jika dikaitkan dengan globalisasi yang ditandai dengan berkembang pesatnya internet maka penguasaan Bahasa Inggris adalah merupakan suatu keharusan agar kita dapat mengakses informasi dan berkomunikasi secara efektif dan efisien. Selain sebagai bahasa dunia Bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, budaya dan lainnya.

Dalam bursa kerja sering kita menemukan suatu lowongan pekerjakan mempersaratkan penguasaan Bahasa Inggris baik pasif maupun aktif. Sehingga sumber daya manusia saat ini tidak lengkap jika tidak dibekali oleh penguasaan Bahasa Inggris. Hal tesebut disebabkan oleh beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi baik barang maupun jasa sering berinteraksi dengan kepentingan pihak asing yang notabene menggunakan Bahasa Inggris.
Dari uraian di atas kita dapat memetik suatu isyarat bahwa Bahasa Inggris hendaknya sudah dikenalkan pada siswa sejak dini. Pengenalan bahasa semenjak dini dikondisikan sedemikian rupa sehingga ada ketertarikan siswa untuk belajar mengeksplorasi pengalaman sendiri dalam menggunakan bahasa sebagai media perantara pesan yang efektif. Ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mempelajari bahasa, yaitu (1) kondisi eksternal dan (2) kondisi internal , Santosa (2005). Kondisi eksternal dan internal seharusnya berjalan secara simultan saling memperkuat keduanya sehingga mencapai hasil penguasaan bahasa yang utuh.
Pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SD sudah diperkenalkan sejak adanya ketentuan muatan lokal Mata Pelajaran Bahasa Inggris boleh dikenalkan di SD.

Pembelajaran menurut Hamalik ( 1995 ), adalah merupakan suatu usaha untuk mengkondisikan seseorang untuk belajar. Biasanya mengkombinasikan unsur manusia, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk pencapaian tujuan. Pembelajaran lebih memfokuskan pada siswa untuk belajar secara optimal untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas seperti adanya perbedaan individu siswa yang mempengaruhi terhadap pelayanannya secara individu juga.

Brownell dan Van Engen ( 1935 ), bahwa belajar itu pada hakekatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Pembelajaran Bahasa Inggris merupakan proses belajar secara realita yang bermakna, dimana siswa dapat secara langsung merangkai kata-kata serta menggunakannya untuk berinteraksi. Thorndike ( 1874 - 1949 ), Mengemukakan teori belajar bahwa pada hakekatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut hukum ini belajar lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau puas ini bisa timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran, sehingga ia bisa merasa puas dari sukses yang diraihnya dan sebagai akibatnya akan mengantarkan dirinya kejenjang kesuksesan berikutnya. Stimulus linguistik dapat berupa benda, sifat benda, jumlah benda, perlakuan yang tepat terhadap benda tersebut dan hubungan interaksi benda tersebut dengan manusia. Selanjutnya respon yang timbul adalah bunyi bahasa yang sesuai dengan stimulus yang diberikan.

Dalam Buku Belajar dan Pembelajaran 2 Suciati ( 2005:2.2 ), menuliskan pendapat Piaget secara umum perkembangan intelektual anak melalui empat tahapan yaitu sensori motorik ( umur 0 – 2 tahun ), pra operasional ( Umur 2 – 7 tahun ), operasional konkret ( umur 7 – 11 tahun ), dan operasi formal ( umur 11 tahun keatas ). Anak mengenal lingkungan melalui inderanya pada tahap sensori motorik, anak mulai menggunakan bahasa simbol pada tahap pra operasional, anak mampu mengembangkan pikirannya, berpikir logis terhadap respon lingkungannya dan mulai berpikir konkret pada tahap mengenal operasi konkret, sedangkan pada tahap operasi formal anak sudah bisa berpikir abstrak serta mampu menganalisa permasalahan yang dihadapinya.

Hal ini sangat penting dipahami oleh seorang pendidik guna dapat memberikan bimbingan belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, lingkungan sesuai sehingga pola berpikir anak dapat berkembang secara wajar pada tingkat umurnya. Strategi pengelolaan kelas dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan pakem membuat siswa aktif, kreatif serta menyenangkan dapat menambah semangat siswa untuk lebih giat belajar, apalagi guru yang pemegang kendali dalam pembelajaran itu memiliki kharisma seorang guru yang profesional, yang selalu mengedepankan tugas, bertanggung jawab, mampu berinovasi, memiliki dedikasi yang tinggi dalam mencerdaskan anak bangsa.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SD.
Pembelajaran Bahasa Inggris pada jenjang pendidikan SD identik dengan mengajari seorang bayi bahasa ibu. Dimana secara umum anak-anak kita di sekolah dasar belum mengenal Bahasa Inggris . Sehingga hal itu akan berdampak pada pola pengajaran Bahasa Inggris pada tingkat SD yang lebih bersifat pengenalan. Sehingga diusahakan sedapat mungkin agar tercapai apa yang disebut “kesan pertama sangat mengesankan’ yang selanjutnya sebagai motivasi bagi mereka untuk mengeksplorasi khasanah berbahasa inggris pada tataran lebih lanjut. Maka dari itu diperlukan kiat-kiat khusus berupa penerapan metode-metode pembelajaran yang inovatif.
Awalnya pembelajaran Bahasa Inggris di negara asalnya sendiri yaitu Inggris dan beberapa negara pengguna Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya seperti Australia, New Zaeland, Kanada dan Amerika Serikat mengajarkan bahasa secara terpisah-pisah. Sejak sekitar tahun 1980-an mulai menerapkan pendekatan whole language pada pembelajaran bahasa ( Routman, 1991). Whole language adalah pendekatan pengajaran bahasa secara utuh tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991 ; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weaver , 1992) . Pendekatan whole language didasari oleh paham kontruktifisme yang menyatakan bahwa anak dapat mengkonstruksikan sendiri strutur kognitifnya berdasarkan pengalaman yang didapatkannya melalui peran aktif dalam belajar secara utuh (whole) dan (integrated) terpadu. (Robert, 1996).
Komponen whole language adalah (1) Reading alloud, yaitu kegiatan membaca yang dilakukan guru kepada siswanya. (2) Jurnal writing yaitu suatu kegiatan menulis jurnal yang memberikan siswa mencurahkan perasaannya tentang kegiatan belajar dan hal ikwal yang ada hubungannya dengan pembelajaran serta sekolah dalam bentuk tulisan.
(3) Sustained silent reading, yaitu kegiatan membaca dalam hati. (4) Guided reading, yaitu kegiatan membaca terbimbing, (5) Guded Writing, yaitu kegiatan pembelajaran menulis terbimbing, (6) Independen reading, yaitu kegiatan membaca bebas sesuai bacaan yang siswa gemari. (7) Independent writing yaitu kegiatan menulis bebas sehingga siswa dapat berfikir kritis dalam menganalisa obyek atau hal yang ia tulis.
Kelas yang menerapkan pembelajaran berbasiskan whole language adalah merupakan kelas yang kaya akan barang cetak, seperti buku, majalah, koran, dan buku petunjuk. Di samping itu kelas whole language dilengkapi dengan sudut-sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara mandiri. Strategi penilaian yang guru dapat lakukan dalam hal ini adalah melalui penilaian proses dan fortofolio.

Sementara menurut David Nunan (1989) dalam Solchan T.W., dkk (2001:66) pembelajaran bahasa hendak dibelajarkan menggunakan pendekatan komunikatif. Dimana pendekatan komunikatif berdasarkan teori bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan suatu makna, yang menekankan fasa dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karna itu yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa ke dua secara alamiah. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara alamiah sehingga proses belajar bahasa lebih efektif dilakukan melalui komunikasi langsung dalam bahasa yang dipelajari. Kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa berkaitan dengan kebutuhan berkomunikasi maka tujuan umum pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan siswa untuk berkomunikasi. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan komunikatif siswa dihadapkan pada situasi komunikasi nyata , seperti tukar menukar informasi, negoisasi makna atau kegiatan lain yang sifatnya riil.
Dalam pendekatan komunikatif peran guru hanya bersifat memfasilitasi proses komunikasi , partisipan tugas dan teks, menganalisa kebutuhan, konselor dan manajer pembelajaran. Sementara siswa berposisi pada pemberi dan penerima, negosiator, dan interaktor sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk-bentuk bahasa, tetapi bentuk dan maknanya dalam kaitannya dengan konteks pemakaian. Materi yang disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata.
Menurut pendekatan komunikatif metode yang tepat diterapkan adalah metode komunikatif itu sendiri dengan uraian teknik seperti yang diuaraikan dalam Santosa, dkk yang dipetik dari Tarigan yang disarikan dari Solchan, dkk. (2001) berikut ini, (1) teknik pelajaran menyimak, (2) teknik pembelajaran berbicara, (3) teknik pembelajaran membaca, (4) teknik pembelajaran menulis. Sementara teknik evaluasi untuk pendekatan ini adalah tes diskrit yaitu tes yang bersifat terpisah antar aspek kebahasaan, tes integratif yaitu tes yang memadukan semua aspek kebahasaan pada suatu tes evaluasi yang bersifat tercampur. Yang terakhir adalah tes pragmatik yaitu kemampuan siswa dalam menggunakan elemen-elemen kebahasaan dalam konteks situasional tertentu sebagai tolak ukurnya. Beberapa jenis tes pragmatis adalah, dikte, berbicara, parafrase, menjawab pertanyaan, dan teknik rumpang.
Pendekatan yang lain yang sering dianjurkan untuk diterapkan adalah pendekatan ketrampilan proses. Dimana pendekatan ketrampilan proses diidentifikasi sebagai pendekatan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. Kalau dibandingkan dengan pendekatan whole language dan pendekatan komunikatif maka pendekatan ketrampilan proses adalah dijiwai oleh dua pendekatan tersebut. Demikian halnya dengan pendekatan CBSA yang pernah populer di era tahun 1980-an juga merupakan cerminan dari dua pendekatan sebelumnya. Sampai kepada pendekatan pakem dan yang terakhir adalah pendekatan quantum teaching, seperti yang akan dibahas pada bagian berikut dari bab kajian pustaka in.

RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SD

Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Inggris di SD utamanya di kelas IV dimana penulis akan melakukan kajian adalah dapat dibedakan berdasarkan aspek yang seperti diuraikan di atas. Aspek aspek tersebut dianalisa untuk dibelajarkan menggunakan tema-tema sederhana yang memiliki tindak tutur yang berterima seukuran siswa kelas IV SD sebagai individu pemula mengenal Bahasa Inggris. Diantara tema tersebut adalah (1) alphabets and greeting, (2) family, (3), things in the classroom, (4) job , (5) part of body dan sebagainya, Pedoman Pembuatan Silabus KKG Bahasa Inggris (2007)
Tema-tema tersebut dibelajarkan ditinjau dari sudut aspek kebahasaan yaitu, listening, reading, speaking dan writing.
Aspek-aspek kebahasaan tersebut dikemas sedemikian rupa untuk dibelajarkan dalam suatu tema. Karna masih dalam taraf pengenalan maka pendalaman materi hanya dapat berkisar pada tema-tema sederhana yang memungkinkan dalam jangkauan panca indra siswa dan imajinasi sederhana siswa. Hal tersebut menyesuaikan dengan tataran kognitif anak SD menurut Piaget adalah pada tataran operasional konkrit. Demikian juga mempertimbangkan suasana lingkungan belajar siswa. Jangan sampai materi yang diberikan secara fakta tidak pernah berinteraksi dan di luar imajinasi siswa. Sehingga harapan kebermaknaan belajar sangat jauh dari harapan.
Bahasa Inggris sama halnya dengan Bahas Indonesia adalah merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yaitu sistemik , manasuka, ujar, manusiawi, dan komunikatif . Disebut sistemik karna bahasa merupakan sebuh sistem yang terdiri dari sistem bunyi dan sistem makna. Manasuka karna antara makna dan bunyi tidak ada hubungan logis. Disebut ujaran karna dalam bahasa yang terpenting adalah bunyi, karna walaupun ada yang ditemukan dalam media tulisan tapi pada akhirnya dibaca dan menimbulkan bunyi. Disebut manusiawi karna bahasa ada jika manusia masih ada dan memerlukannya, Santosa (2005).
Sehingga pembelajaran bahasa khususnya Bahasa Inggris harus dikembalikan sebagai pembelajaran bahasa yang manusiawi. Kita mungkin masih ingat bagaimana orang tua kita mengajarkan bahasa pada adik kita, demikaian juga halnya saat kita belajar bahasa, tak terkecuali belajar Bahasa Inggris. Tanpa metode apapun mereka mengajarkan bahasa tetapi kita akhirnya dapat berbahasa. Namun ketika menginjak usia sekolah dan mendapat pelajaran bahasa , keadaan menjadi terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasikkan berubah menjadi pelajaran yang sulit, (Goodman, 1986 dalam Santosa, 2005). Pembelajaran bahasa konvensional sering memisahkan aspek-aspek kebahasaan yang diajarkan secara terpisah-pisah. Walaupun saat ini sudah ada metode pembelajaran terpadu tetapi kadang-kadang kita lebih senang mengkotak-kotakkannya karna kepentingan guru secara birokratik harus memenuhi standar penilaian tiap aspek kebahasaan. Walaupun sering kita dengar pendekatan integratif dan whole language, tetapi masih saja kita terkungkung oleh pandangan bahwa bahasa itu terdiri dari aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen whole language yaitu reading aloud, journal writing, sustained silent reading dan independent writing. Semua komponen tersebut berbasiskan siswa. Namun sesuai dengan pengertian whole language kedelapan komponen tersebut dibelajarkan secara utuh.
Dalam pengenalan Bahasa Inggris untuk siswa pengguna bahasa ibu Bahasa Indonesia, kita hendaknya menganggap siswa tersebut seorang bayi yang baru akan belajar bahasa. Kita tidak bisa memulai pengenalan belajar bahasa dengan cara menghapalkan kata dan arti, mengenalkan tensis, dan yang lainnya seperti kita belajar sewaktu di bangku SMA. Banyak sekali buku –buku pelajaran Bahasa Inggris untuk SD yang ditulis dengan gaya seperti itu. Pola pembelajaran Bahasa Inggris dengan tingkat pengenalan sedapat mungkin diciptakan suasana bahwa di ruangan itu adalah ruangan yang segala bentuk tampilan berbahasa menggunakan Bahasa Inggris.




METODE KOLABORATIF

Pembelajaran dengan menggunakan metode kolaboratif adalah suatu cara membelajarkan Bahasa Inggris yang menggabungkan berbagai pendekatan dan metode secara terkolaborasi dan spontanitas sesuai suasana belajar. Artinya ada kalanya metode tertentu tidak muncul ke permukaan tetapi di suasana lain metode tersebut muncul dan dominan. Dasar pemilihan metode menggunakan suasana kelas, tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan selera siswa. Acuan mengajar adalah pengalaman belajar yang menyenangkan, terstruktur dan bertanggung jawab. Posisi guru adalah teman mereka yang bertindak sebagai pemandu kegiatan. Dan bila perlu dan mungkin siswa yang bertindak sebagai pemandu dan posisi kita adalah teman bermain mereka. Mereka tak sadar sesungguhnya mereka sedang belajar Bahasa Inggris.
Kegiatan yang bersifat kompleks tersebut akan memberi kesempatan pada banyak siswa untuk menunjukkan bakatnya dalam bidang tertentu. Kelas terdiri dari banyak individu yang memiliki perbedaan, dimana oleh Semiawan (1997) menganjurkan untuk dapat memperhatikan perbedaan tersebut sebagai suatu kekuatan bukan suatu defisit. Hal tersebut sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan moderen yang berkerangka fikir “dengan harapan tiada terbatasnya keberbakatan tiap anak “ limitless expentacy of giftedness of each person” Clark (1983). Modal IQ boleh jadi menjadi pijakan utama dalam membangun struktur konsep siswa, akan tetapi Semiawan berpendapat bahwa sebagian peserta didik mempunyai kesempatan untuk berkembang asalkan mendapat layanan yang sesuai dengan potensi dan bakat sesuai pandangan multiple intelegence . Pandangan multiple intelegence (kecerdasan berganda) oleh Howard Gardner akan mudah diaplikasikan melalui metode multimetode (metode variatif). Dimana secara kontekstual tepat diterapkan dalam pembelajaran pengenalan Bahasa Inggris di kelas IV SD.
Dengan pola seperti itu segala benda disekitar kita adalah media dan sumber belajar, bukan hanya buku dan sebatas papan tulis. Dimana menurut delapan prinsip Quantum Teaching (Caine & Caine, 1997) yaitu (1) Segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) Pengalaman sebelum memberikan nama, (4) Akui setiap usaha, (5) Jika layak dipelajari maka layak di rayakan, (6) Melibatkan seperangkat aturan, kebijakan maupun prosedur dimana guru dan siswa membangun konsensus bersama tentang aturan main di kelas, (7) Aturan sekolah yang jelas, (8) Implementasi kegiatan mendapatkan dukungan. Sehingga ruang kelas bukan lagi tempat satu-satunya untuk belajar. Lapangan, aula, kebun dan sebagainya adalah tempat, sumber dan media belajar. Hambatan yang paling terasa adalah suasana kadang di luar kendali kita, sehingga kamus metode di benak guru harus segera dibuka untuk menemukan metode yang lainnya agar suasana terkendali kembali. Dalam suasana seperti itu tidak ada yang disebut hukuman, yang ada adalah hadiah bagi yang dapat mennyelesaikan permasalahan, sementara yang tidak dapat menyelesaikan tugas hanya dinasehati, sehingga suasana riang tidak akan berkurang.
Gambaran di atas menunjukkan kebebasan siswa yang demikian luas bukan lagi disebut sebagai penghambat, akan tetapi sebagai hal untuk memicu agar motivasi siswa meningkat. Semakin senang siswa dalam konteks suasana belajar Bahasa Inggris maka secara tidak sadar mereka sudah mengenal beberapa kosa kata baik kata benda, kata kerja, kata sifat, kata tanya, penyebutan angka dan sebagainya. Bahkan untuk siswa yang berbakat dalam bahasa sudah dapat mengucapkan kalimat sederhana.
Secara realita pelaksanaan metode kolaboratif dengan media interaktif ini akan dijekaskan pada bab prosedur pelaksanaan program dan fisiknya pada bagian lampiran. Secara garis besar rencana penulis dalam mengaplikasi metode tersebut adalah dengan skenario umum yang secara berkala membentuk klub bermain bagi siswa kelas IV disebut ‘Chit Chat Club I” , untuk kelas V disebut ‘Chit Chat Club II, dan Chit Chat Club II. Chit Chat Club adalah suatu perkumpulan belajar mengucapkan kata kata. Dimana secara distributif program hariannya adalah terintegrasi dari ketrampilan melafalkan kata-kata, menghitung angka, menunjukkan benda, arah, sifat benda, membandingkan benda, bercakap cakap, menyanyi, mengucapkan yel, bermain dan bercerita. Semua kegiatan tersebut disesuaikan dengan tema pembelajaran yang diambil dan selera siswa tanpa mengurangi tujuan yang akan dicapai.

Secara program penulis akan merancang rencana program pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada muatan Standar Isi Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Inggris kelas IV. Yang diambil dari Standar Kompetensi yaitu memahami instruksi sangat sederhana dan informasi sangat sederhana dalam konteks kelas. Kompetensi dasarnya adalah bercakap-cakap untuk meminta memberi jasa atau barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur , meminta bantuan dan memberi bantuan. Sedangkan indikator yang penulis targetkan adalah (1) meminta bantuan untuk menjelaskan benda benda yang ada di kelas maupun di sekolah, (2) bertanya jawab tentang benda di kelas maupun di sekolah (3) membaca bacaan yang betema tentang ‘The Think Arround Us’ dan (4) menulis nama-nama benda yang ada di kelas atau di sekolah.


MEDIA INTERAKTIF

Media dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris menjadi sangat penting sebab tanpa media bagaimana siswa dapat memaknai suatu benda dengan sebutan tertentu dalam Bahasa Inggris. Benda tertentu adalah sebuah fakta yang selanjutnya secara simbolis disepakati disebut dengan ragam bunyi yang dirangkai menjadi kata. Selanjutnya setiap melihat benda tersebut siswa akan ingat denga kata tertentu dalam Bahasa Inggris.
Media interaktif merupakan sebuah objek benda yang dapat otak atik oleh siswa berdasarkan unsur kebahasaan. Media tersebut akan disebutkan dengan kata, ditulis menjadi sebuah rangkaian kalimat yang dapat diucapkan dan didengar oleh yang lain. Dari sebuah benda dapat dibuat suasana interaktif yang melibatkan seluruh panca indra siswa. Secara emosi siswa terlibat sepenuhnya ke dalam proses pembelajaran. Keterlibatan emosi adalah hal yang sangat penting karna penelitian menunjukkan bahwa belajar tanpa keterlibatan emosi akan mengurangi kegiatan saraf otak dalam ‘merekatkan’ pelajaran dalam ingatan, (Goleman, 1995; 1993 LeDoux, 1993, dan MacLean, 1990).
Media interaktif sangat relevan dengan delapan prinsip Quantum Teaching (Caine & Caine, 1997) yaitu (1) Segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) Pengalaman sebelum memberikan nama, (4) Akui setiap usaha, (5) Jika layak dipelajari maka layak di rayakan, (6) Melibatkan seperangkat aturan, kebijakan maupun prosedur dimana guru dan siswa membangun konsensus bersama tentang aturan main di kelas, (7) Aturan sekolah yang jelas, (8) Implementasi kegiatan mendapatkan dukungan.
Sumber media interaktif dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris sangat mudah untuk diperoleh dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Media lingkungan belajar siswa dapat digunakan sebagai media interaktif karna di SD Bahasa Inggris masih bersifat pengenalan.
Media interaktif dapat berupa alat peraga yang dapat divariasikan sesuai dengan fungsi dan tingkat kesensitipan indera siswa. Sebagai mana diketahui bahwa cara belajar siswa ada yang cepat belajar menggunakan visual saja, ada yang cepat dengan melihat, mencium, meraba, atau dengan memberikan keempat melakukan kegiatan Rangsangan – rangsangan proses dari luar yang diterima siswa sebagai bagian dari proses belajar bahasa memerlukan efektifitas kerja penginderaan seperti penglihatan, pendengaran dan perabaan. Efektifitas dan efesiensi kerja indera tersebut sangat terbantu melalui peranan dan penggunaan berbagai peragaan dan alat peraga. Berdasarkan variasi tersebut Winataputra (1997), berpendapat, alat peraga pembelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut yaitu (1) alat peraga yang dapat dilihat. Alat peraga ini adalah paling peka peningkatan perhatian dan minat anak dalam pembelajaran. Yang termasuk kelompok ini seperti gambar – gambar, grafik, diagram, papan bulletin, slide, ukiran, peta, film, (2) alat peraga yang dapat didengar. Pada umumnya alat bantu ini mendominasi kelas. Oleh karena itu guru harus mampu menarik perhatian siswa, guru mampu memvariasikan suara sendiri, dari yang tinggi, rendah, sedih, gembira, bersemangat, keras dan lembut. Selain menggunakan suaranya sendiri dapat pula divariasikan dengan alat bantu seperti rekaman suara binatang, pidato, tokoh – tokoh terkemuka, puisi, drama dan suara alam, (3) alat peraga yang dapat diraba dan dimanipulasi. Yang tergolong dalam kelompok ini seperti biji – bijian, model, binatang, tumbuhan, alat – alat laboratorium. Kesempatan memanipulasi alat bantu pembelajaran memberikan makna yang sangat berarti bagi pemahaman materi pelajaran secara mendalam.
Semua alat peraga ini dapat dipilih atau divariasikan sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran asalkan penggunaannya memperhatikan situasi dan kemampuan guru agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan efesien. Media pembelajaaran yang interaktif akan membuat suasana belajar yang kondusif bagi tumbuhnya struktur kognitif baru yang mengadopsi berbagai informasi baru yang diadaptasi.

SUASANA BELAJAR

Belajar dengan metode kolaboratif dengan media interaktif membawa suasana menggairahkan, dimana suasana kelas maupun lingkunan belajar penuh dengan keakraban, kehangatan, santai, penuh humor, tetapi tetap bertanggungjawab, terfokus serta adanya komunikasi positif. Suasana seperti ini akan mempengaruhi emosi setiap individu siswa. Pembelajaran akan dirasakan sebagai pengalaman yang menyenangkan dan penuh kesan. Pada kondisi sperti ini kita dapat mempertahankan minat siswa untuk belajar lebih lama, memotivasi mereka secara terus menerus dan membuat proses belajar terjadi secara alamiah.
Selama ini banyak sekali metode yang mengetengahkan bagaimana caranya mencampur berbagai metode agar pembelajaran lebih bermakna dan kontekstual. Belajar menurut Amstrong, (1994) adalah dengan belajar mengedepankan kebermakanaan dan kontekstual memungkinkan siswa untuk mengembangkan keberbakatananya. Dimana menurut Gardner, (1983) sebetulnya terdapat 8 jenis kecedasan yaitu, (1) logika matematika, (2) linguistik, ilmu bahasa musik, (3) jarak, (4) kinestetik (5) interpersonal, (6) intrapersonal, (7) alamiah (8) emosi. Dengan pengalaman belajar yang komplek dari metode kolaboratif dengan media interaktif memungkinkan pengembangan kecerdasan lain selain kebahasaan sehingga terjadi dampak pengiring. Dampak pengiring tersebut akan sangat terasa disaat siswa belajar mata pelajaran yang lain. Siswa akan tampak lebih segar dan bersemangat penuh dengan motivasi belajar yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karna penulis sebagai guru kelas tetap mengajar mata pelajaran yang lain di kelas tersebut merasakan siswa tidak lagi takut bertanya kepada kita. Mereka sudah merasa dekat melalui pembelajaran menggunakan metode kolaboratif dengan media interaktif.
Suasana belajar melalui metode kolaboratif dengan media interaktif jika dilihat dari segi teoritis pendidikan sangat layak untuk dikembangkan. Pelaksanaannya yang mudah murah dan meriah. Mungkin hambatan yang penulis prediksi adalah suasana belajar yang terkadang di luar kendali kita, masih enggannya kita dekat dengan siswa, karna kita jadi guru masih punya pola pikir ingin ditakuti dan kita takut terlalu berinovasi sehingga ada pihak lain yang cendrung apatis. Apalagi sikap seperti itu ditunjukkan oleh kepala sekolah maka semangat kita untuk berinovasi jadi lemah. Permasalahan yang lain yang lebih penting adalah kesiapan administrasi yang menunjang kegiatan tersebut. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan rencana penulis mengaplikasikan idialisme tersebut kedalam bentuk perangkat pembelajaran yang sudah barang tentu disesuaikan dengan tuntutan birokratis.


EVALUASI
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan kegiatan evaluasi untuk mengukur sejauh mana efektifitas pembelajaran telah dapat diselenggarakan. Tentunya hal tersebut memerlukan acuan penilaian yang dijadikan tuntunan pemberian skor secara kuantitatif sebelum disimpulkan secara evaluatif. Dalam skenario pembelajaran acuan umum yang dipakai adalah indikator yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pembelajaran.
Begitu pentingnya kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga setiap kegiatan pembelajaran mempersaratkan keberadaan perangkat evaluasi. Rusyan (1993:211), dalam buku Proses Belajar Mengajar Yang Efektif menyatakan evaluasi dalam suatu proses belajar mengajar merupakan komponen yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses. Kepentingan evaluasi tidak hanya mempunyai makna bagi proses belajar peserta didik, tetapi juga memberikan umpan balik terhadap program secara keseluruhan. Inti dari evaluasi adalah pengadaaan informasi bagi pihak pengelola proses belajar mengajar untuk membuat macam – macam keputusan dengan menggunakan informasi yang diperolehnya melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instumen tes maupun non tes. Sedangkan penilaian adalah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Bentuk evaluasi itu ada berbentuk tes dan non tes. Kedua bentuk itu dapat digunakan salah satu atau kedua – duanya tergantung tujuan dari penilaian pembelajaran.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris evaluasi dapat diselenggarakan untuk mengetahui sejauh mana indikator ketrampilan berbahasa sudah dapat dikuasai oleh siswa. Evaluasi yang paling relevan adalah menggunakan lembar tes perfomance yang akan mengukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap aspek kebahasaan yaitu, mendengarkan, membaca, berbicara dan menulis. Tampilan tes perfomance tersebut dapat berupa diskrit, yang menampilkan bagian demi bagian aspek kebahasaan tersebut. Dapat juga berupa tes integratif dan fragmatik.
Yang terpenting dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan indikator yang ditargetkan dengan menggunakan alat ukur berupa evaluasi yang relevan. Tentunya dengan mempertimbangkan prosedur pembuatan alat ukur evaluasi tersebut.

Transformasi (Translasi, Rotasi Dan Dilatasi) — Presentation Transcript
  • 1. Bahan Ajar TRANSFORMASI (Translasi, Rotasi dan Dilatasi)
  • 2. Setelah menyaksikan tayangan ini anda dapat Menentukan peta atau bayangan suatu kurva hasil dari suatu Translasi , Rotasi atau Dilatasi
  • 3. Transformasi Untuk memindahkan suatu titik atau bangun pada sebuah bidang dapat dikerjakan dengan transformasi. Transformasi T pada suatu bidang ‘ memetakan ’ tiap titik P pada bidang menjadi P ’ pada bidang itu pula . Titik P ’ disebut bayangan atau peta titik P
  • 4. Jenis-jenis Transformasi a. Tranlasi*) b. Refleksi c. Rotasi*) d. Dilatasi*) *) yang dibahas kali ini
  • 5. Tranlasi artinya pergeseran KEMBALI
  • 6. Jika translasi T = memetakan titik P(x,y) ke P´(x’,y’) maka x’ = x + a dan y’ = y + b ditulis dalam bentuk matrik:
  • 7. Contoh 1 Diketahui segitiga OAB dengan koordinat titik O(0,0), A(3,0) dan B(3,5).Tentukan koordinat bayangan segitiga OAB tersebut bila ditranslasi oleh T =
  • 8. Bahasan (0,0) -> (0 + 1, 0 + 3) 0’(1,3) (3,0) -> (3 + 1, 0 + 3) A’(4,3) (3,5) -> (3 + 1, 5 + 3) B’(4,8) X y O
  • 9. Contoh 2 Bayangan persamaan lingkaran x 2 + y 2 = 25 oleh translasi T = adalah….
  • 10. Bahasan X P (-1,3) ● ●
  • 11. Karena translasi T = maka x’ = x – 1 -> x = x’ + 1.….(1) y’ = y + 3 -> y = y’ – 3…..(2) dan (2) di substitusi ke x 2 + y 2 = 25 diperoleh (x’ + 1) 2 + (y’ – 3) 2 = 25; Jadi bayangannya adalah: (x + 1) 2 + (y – 3) 2 = 25
  • 12. Contoh 3 Oleh suatu translasi, peta titik (1,-5) adalah (7,-8). Bayangan kurva y = x 2 + 4x – 12 oleh translasi tersebut adalah….
  • 13. Bahasan Misalkan translasi tersebut T = Bayangan titik (1,-5) oleh translasi T adalah (1 + a, -5 + b) = (7,-8) 1+ a = 7 -> a = 6 -5+ b = -8 -> b = -3
  • 14. a = 6 dan b = -3 sehingga translasi tersebut adalah T = Karena T = Maka x’ = x + 6 -> x = x’ – 6 y’ = y – 3 -> y = y’ + 6
  • 15. x = x’ – 6 dan y = y’ + 3 disubstitusi ke y = x 2 + 4x – 12 y’ + 3 = (x’ – 6) 2 + 4(x’ – 6) – 12 y’ + 3 = (x’) 2 – 12x’ + 36 + 4x’ - 24 -12 y’ = (x’) 2 – 8x’ – 3 Jadi bayangannya: y = x 2 – 8x – 3
  • 16. Rotasi artinya perputaran ditentukan oleh pusat dan besar sudut putar KEMBALI
  • 17. Rotasi Pusat O(0,0) Titik P(x,y) dirotasi sebesar a berlawanan arah jarum jam dengan pusat O(0,0) dan diperoleh bayangan P’(x’,y’) maka: x’ = xcos a - ysin a y’ = xsin a + ycos a
  • 18. Jika sudut putar a = ½ Ï€ ( rotasinya dilambangkan dengan R ½ Ï€ ) maka x’ = - y dan y’ = x dalam bentuk matriks: Jadi R ½ Ï€ =
  • 19. Contoh 1 Persamaan bayangan garis x + y = 6 setelah dirotasikan pada pangkal koordinat dengan sudut putaran +90 o , adalah….
  • 20. Pembahasan R +90 o berarti: x’ = -y -> y = -x’ y’ = x -> x = y’ disubstitusi ke: x + y = 6 y’ + (-x’) = 6 y’ – x’ = 6 -> x’ – y’ = -6 Jadi bayangannya: x – y = -6
  • 21. Contoh 2 Persamaan bayangan garis 2x - y + 6 = 0 setelah dirotasikan pada pangkal koordinat dengan sudut putaran -90 o , adalah….
  • 22. Pembahasan R -90 o berarti: x’ = xcos(-90) – ysin(-90) y’ = xsin(-90) + ycos(-90) x’ = 0 – y(-1) = y y’ = x(-1) + 0 = -x’ atau dengan matriks:
  • 23. R -90 o berarti: x’ = y -> y = x’ y’ = -x -> x = -y’ disubstitusi ke: 2x - y + 6 = 0 2(-y’) - x’ + 6 = 0 -2y’ – x’ + 6 = 0 x’ + 2y’ – 6 = 0 Jadi bayangannya: x + y – 6 = 0
  • 24. Jika sudut putar a = Ï€ ( rotasinya dilambangkan dengan H ) maka x’ = - x dan y’ = -y dalam bentuk matriks: Jadi H =
  • 25. Contoh Persamaan bayangan parabola y = 3x 2 – 6x + 1 setelah dirotasikan pada pangkal koordinat dengan sudut putaran +180 o , adalah….
  • 26. Pembahasan H berarti: x’ = -x -> x = -x’ y’ = -y -> y = -y’ disubstitusi ke: y = 3x 2 – 6x + 1 -y’= 3(-x’) 2 – 6(-x’) + 1 -y’ = 3(x’) 2 + 6x + 1 (dikali -1 ) Jadi bayangannya: y = -3x 2 – 6x - 1
  • 27. Dilatasi Adalah suatu transformasi yang mengubah ukuran (memperbesar atau memperkecil) suatu bangun tetapi tidak mengubah bentuk bangunnya. KEMBALI
  • 28. Dilatasi Pusat O(0,0) dan faktor skala k Jika titik P(x,y) didilatasi terhadap pusat O(0,0) dan faktor skala k didapat bayangan P’(x’,y’) maka x’ = k x dan y’ = k y dan dilambangkan dengan [O, k ]
  • 29. Contoh Garis 2x – 3y = 6 memotong sumbu X di A dan memotong sumbu Y di B. Karena dilatasi [O,-2], titik A menjadi A’ dan titik B menjadi B’. Hitunglah luas segitiga OA’B’
  • 30. Pembahasan garis 2x – 3y = 6 memotong sumbu X di A(3,0) memotong sumbu Y di B(0,2) karena dilatasi [O,-2] maka A’( k x, k y)-> A’(-6,0) dan B’( k x, k y) -> B’(0,-4)
  • 31. Titik A’(-6,0), B’(0,-4) dan titik O(0,0) membentuk segitiga seperti pada gambar: Sehingga luasnya = ½ x OA’ x OB’ = ½ x 6 x 4 = 12 X Y 4 6 O A B
  • 32. Dilatasi Pusat P(a,b) dan faktor skala k bayangannya adalah x’ = k( x – a) + a dan y’ = k( y – b) + b dilambangkan dengan [P (a,b) , k ]
  • 33. Contoh Titik A(-5,13) didilatasikan oleh [P,⅔] menghasilkan A’. Jika koordinat titik P(1,-2), maka koordinat titik A’ adalah….
  • 34. Pembahasan A(x,y) A’(x’,y’) x’ = k (x – a) + a y’ = k (y – b) + b A(-5,13) A’(x’ y’) [ P (a,b) , k ] [P (1,-2) ,⅔]
  • 35. x’ = k (x – a) + a y’ = k (y – b) + b A(-5,13) A’(x’ y’) x’ = ⅔(-5 – 1) + 1 = -3 y’= ⅔(13 – (-2)) + (-2) = 8 Jadi koordinat titik A’(-3,8) [P (1,-2) ,⅔]
  • 36. Transformasi Invers Untuk menentukan bayangan suatu kurva oleh transformasi yang ditulis dalam bentuk matriks, digunakan transformasi invers
  • 37. Contoh Peta dari garis x – 2y + 5 = 0 oleh transformasi yang dinyatakan dengan matriks adalah….
  • 38. Pembahasan A(x,y) A’(x’ y’) Ingat: A = BX maka X = B -1 .A
  • 39. Diperoleh: x = 3x’ – y’ dan y = -2x’ + y’
  • 40. x = 3x’ – y’ dan y= -2x’ + y’ disubstitusi ke x – 2y + 5 = 0 3x’ – y’ – 2(-2x’ + y’) + 5 = 0 3x’ – y’ + 4x’ – 2y’ + 5 = 0 7x’ – 3y’ + 5 = 0 Jadi bayangannya: 7x – 3y + 5 = 0
  • 41. SELAMAT BELAJAR

PENDEKATAN-PENDEKATAN FILSAFAT PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
         Adapun latar belakang penulisan makalah ini adalah untuk kita lebih memahami apa itu filsafat pendidikan yang sebenarnya.
         Salah satunya dengan melakukan pendekatan-pendekatan dalam filsafat pendidikan yang akan penulis uraikan dalam makalah ini. Karena filsafat ini juga termasuk kedalam bahagian-bahagian ilmu pengetahuan manusia yang sangat penting kita manusia harus tahu dan paham tentang ilmu filsafat sebab dengan filsafat manusia bisa mempertajam kesabaran dan keberadaan tentang dirinya khususnya dalam dunia pendidikan.

B.   TUJUAN PENULISAN
         Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan sumber ilmu pengetahuan kepada kita semua dan bagi penulis sendiri khususnya dalam mata pelejaran filsafat pendidikan.

 BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN-PENDEKATAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1.      Pengertian
2.      Macam-macam Pendekatan Filsafat pendidikan
A.    PENDEKATAN PROGRESIF
Pendekatan dalam disiplin ilmu yang disebut filsafat pendidikan akan lebih mudah di pahami arti pengertian bila diajukan pandangan Dewey tentang  pokok masalah, yaitu tentang permasalahan filsafat pendidikan yang berarti hubungan antara filsafat dan pendidikan.
Dapat dilihat dari :
1.      Antara Teori dan Praktek
Pada dasarnya antara teori dan praktek adalah hubungan saling mengontrol, teori akan dikontrol oleh pelaksanaan praktek yang baik, dan sebaiknya praktek dikontrol oleh atau didasarkan pada landasan teoritis yang baik Dewey berpendapat bahwa teori harus merupakan hasil penggalian dalam kenyataan empiris sosiologis yang berlaku saat itu.
2.      Pendekatan Problematis terhadap kenyataan Sosiologis
Seperti apa yang dipercontohkan pada saat ia merumuskan teori pendidikannnya, problema social yang dihadapi dengan cermat dan dengan tepat, merumuskannya kedalam filsafat pendidikannya.

    Berdasar atas kesulitan-kesulitan dan problema yang dihadapi  masyarakatnya ia mencoba merumuskannya kedalam sebuah system pemikiran filosofis, yaitu filsafat pendidikan problematic atau experimentalisme, dalam bentuk pola mental intelektual dan sikap moral kesusilaan.
   Sikap moral yang dianggapnya tepat untuk melestarikan kenyataan perubahan social yang cepat diatas adalah nilai sikap yang menghormati keragaman, pembaharuan, individualitas dan kebebasan inilah yang disebut dengan pendekatan problematis terhadap kenyataan social yang cepat berubah.
3.   Filsafat dan Teori Pendidikan
         Sebagai pokok pikiran ketiga yang tersirat dalam catatan diatas adalah hubungan antara filsafat dengan teori pendidikan. Dan Dewey berkesinambungan bahwa filsafat dirumuskan sebagai teori pendidikan yang bersifat umum dan konsepsional.
         Pendekatan-pendekatan dalam teori pendidikan
       Pendekatan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :
1.Pendidikan sebagai praktek
2.Pendidikan sebagai teori
    Pendidikan sebagai praktek yaitu seperangkat kegiatan atau aktivitas yang  dapat diamati dan didasari dengan tujuan untuk membantu pihak lain ( Baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan prilaku.
    Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis  yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan, dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa
pendidikan baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Diantaranya keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktek pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan.
         Demikian pula system pamong dapat dikaitkan dengan nilai dasar kodrat alam, di mana guru dan pendidikan tiada lebih fungsinya sebagai pamong dari anak didik yang sedang menjelajahi perkembangan kodrat alamiahnya. System pamong ini didasarkan pada asas psikologis dalam perkembangan manusia, yaitu kebebasan dan bekerja sendiri.
         Beda antara Deweysme dengan Herbartianisme maupun Dewantaraisme adalah bahwa kedua terakhir ini mendasarkan diri pada filsafat tradisional, termasuk cabang filsafat metafisika, yang mengakui bahwa kenyataan yang bersifat metafisis transendental.
         Tiga bidang pembangunan serempak. Pokok pikiran keempat adalah masalah pembaharuan social, yang harus serempak dan searah tujuan dengan pembaharuan pemikiran filsafat  dan sistem pendidikan, sehingga merupakan tiga bidang atau sektor pembangunan. Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada pokok pikiran kedua, ketiga bidang pembangunan di atas harus diarahkan pada pengembangan sikap moral dan mental yang sama dan berjalan serempak, yang satu bidang tidak boleh mendahului yang lain, apalagi diarahkan ke tujuan yang bertentangan atau berbeda.
         Dengan demikian dan sesuai dengan pokok pikiran yang kelima, yaitu tenaga pengembang sosial, dan peninjauan kembali filsafat system tradisional dalam rangka pembangunan pendidikan, oleh sebab kesamaan arah dan keserempakan pelaksanaannya dari ketiga bidang pembangunan tersebut merupakan akibat dari sebab-sebab yang sama, atau faktor-faktor penyebab yang sama, yaitu tenaga pengembangan sosial, yang terdiri faktor kemajuan ilmu pengetahuan, revolusi industri dan perkembangan demokrasi.
         Gejala keserempakan dan kesamaan sebagai akibat kesamaan faktor-faktor penyebabnya dibuktikan dan diperkuat pendapat Dewey tentang rumusan tujuan pendidikannya, yaitu efesiensi social ( Social efficiency) yang berbunyi “The Power of join freely and fully in shared or common activities,” yang artinya kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan bersama dan kesejahteraan bersama secara maksimal dan bebas.
         Sebagai penghujung yang lain dari pendekatan  di atas dan dari kontinuitas aliran filsafat pendidikan adalah pendekatan progresif kontemporer dengan dasar-dasar pemikiran, sebagai berikut :
1)      Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau filsafat sosial humanisme ilmiah, yang skeptis terhadap kenyataan yang bersifat metafisis transcendental
2)      Bahwa kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang essensial adalah kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.
3)      Bahwa “truth is the man-made”, artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah kreasi manusia, dengan sifatnya yang relative temporer bahkan subyektif.
4)      Bahwa tujuan dan dasar-dasar hidup dan pendidikan relative ditentukan oleh perkembangan tenaga pengembangan social dan manusia, yang merupakan sumber perkembangan social masyarakat.
5)      Bila antara tujuan dan alat adalah bersifat kontinu, bahwa tujuan dapat menjadi alat untuk tujuan yang lebih lanjut sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.
         Dua pola dasar pendekatan diatas dapat dibagi menjadi bermacam-macam variasi yang antara lain seperti : religious philosophy of education, humanistic metaphysical philosophy of education, humanistic epistemological philoshophy of education, cultural philosophy  or education, social philosophy or education.

B.   PENDEKATAN TRADISIONAL
         pendekatan ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat dijelaskan dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana yang transcendental metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan sekaligus tujuan pendidikan manusia, sehingga akan menjadi sumber-sumber dasar nilai daripada filsafat pendidikannya. Sedang tenaga social hanya akan menyediakan saranan, alat dengan mana akan dicapai tujuan-tujuan diatas, dengan kata lain tenaga pengembangan social ini akan memberikan modal dalam penyusunan “ Science of educational” yang diperlukan. Menurut pendekatan tradisional antara filsafat pendidikan dan science of education dibedakan secara tegas, yaitu filsafat metafisika dan tenaga social, sedang pada pendekatan progresif  keduanya bersumber pada kenyataan yang sama, dan satu-satunya, yaitu tenaga pengembang sosial masyarakat diatas.
      Maka dari itu pendekatan progresif hanya berpijak pada teori etika social  dan metode penyesuaian masalah social, yaitu pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap mental seperti diuraikan diatas, dan menentang segala hal yang berkaitan tentang kenyataan transcendental metafisis yang spiritual dan di dunia sana di masa mendatang. Sebaliknya pendekatan-pendekatan tradisional, seperti namanya, sangat taat pada sistematika filsafat tradisional, dimana dan  karena itu menempatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan pengajaran. Ini terbukti dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh aliran pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan.
      Bagi pendekatan ini, betapapun sulitnya masalah bidang metafisika ini, tetap harus ditempatkan sebagai pusat perhatian pertama dan utama dalam setiap pembahasan filsafat pendidikan. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa tidak dapat dipungkiri, bahwa masalah ini adalah masalah yang abstrak, dan universal sekali, sehingga sulit dipelajari dan dibuktikan kenyataannya, namun tidak berarti bahwa kenyataan yang metafisis itu tidak ada. Assumsi ini menurut para pengusaha ilmu filsafat pendidikan agar apabila kita tidak dapat menemukan segala hal yang bersifat metafisis, tidak berarti kenyataan itu tidak ada, tetapi kesalahan mungkin terletak pada cara-cara mencarinya atau mungkin keterbatasan kemampuan berfikir dan pikiran orang yang melakukannya. Atau mungkin orang tersebut, mendustai dirinya, sadar akan kenyataan tersebut tetapi tidak jujur terhadap kesadarannya sendiri.
      Asas pertama tentang rasionalitas manusia, asas ilmu jiwa daya, asas pembentukan formal teoritis dan asa transfer hasil belajar maka menuntut jumlah dan jenis mata pelajaran yang diperlukan, dan tidak perlu adanya pertimbangan kesesuaian tidaknya dengan kenyataan kehidupan social anak, selama bahan atau bidang studi akan memberikan nilai disiplin mental atau formal yang tinggi. Nilai formal matematika adalah untuk melatih anak  berfikir secara logis rasional matematis, dan bukan dengan tujuan untuk memberikan kepada alat atau instrument dalam menyelesaikan problema hitung-menghitung dalam kehidupan sehari-hari.
      Asas kedua adalah bahwa hakekat jiwa manusia adalah tersendiri atas daya-daya jiwa yang berbeda dan bekerja secara terpisah-pisah atau bersama-sama, yang menimbulkan gejala kesadaran atau tingkah laku. Setiap daya-daya jiwa seperti pengindraan, pengamatan,ingatan, tanggapan, pikiran, dan perasaan akan dapat berkembang dan atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasar jalan pemikiran ini, maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita dikenalkan konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspressi dan mata pelajaran keterampilan.
      Sebagai asas ketiga dan sesuai dengan asas kedua di atas, adalah bahwa nilai fungsional mata pelajaran adalah untuk pembentukan, atau disiplin mental (mental discipline) atau disiplin formal, yaitu nilai formal teoritis intelektual. Sehingga semakin sulit bahan pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan mentalnya. Semakin keras ketat latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai pembentukannya. Apakah bahan yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya, dan digunakan untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, tidak menjadi masalah bagi aliran ini.
      Oleh sebab itu, aliran tersebut diselesaikan dengan memperkenalkan konsep trnasfer of learning of training, artinya penggunaan  atau pemindahan hasil belajar atau latihan pada mata pelajaran atau bidang kehidupan, yang mungkin positif atau negatif merugikan. Transfer positif adalah apabila penggunaan bidang yang satu mempermudah, memperlancar penguasaan bidang atau mata pelajaran yang lain, dan sebaliknya transfer negatif adalah suatu peristiwa dimana penguasaan satu bidang tertentu mempersulit penguasaan bidang lain, seperti berenang dengan sepak bola. Soal-soal hitungan yang amat sulit tetapi yang tidak ada kaintannya dengan, atau tidak akan dijumpai dalam  kehidupan sehari-hari anak, yang mengarah ke pengembangan nilai materiil praktis, dijejal-jejalkan kepada anak dengan harapan akan mempermudah anak menyelesaikan problema-problema sosialnya.
      Adapun asas-asas filsafat pendidikan dalam pendekatan tradisional secara rinci adalah sebagai berikut :
1)      Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk mempelajari filsafat pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat
2)      Bahwa kenyataan yang essensial baik dan benar adalah kenyataan yang tetap, kekal dan abadi.
3)      Bahwa nilai norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan objektif.
4)      Bahwa tujuan yang baik dan benar menentukan alat dan saranan, artinya tujuan yang baik harus dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
5)      Bahwa faktor pengembang sejarah atau sosial (science, technology, democracy dan industry) adalah sarana alat untuk  ” prosperity of life” dan bukannya untuk ”welfare of life” sebagai tujuan hidup dan pendidikan sebagaimana yang ditentukan oleh filsafat.























BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
         Dari isi pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa dalam masalah filsafat pendidikan diperlukan pendekatan-pendekatan dari filsafat pendidikan itu sendiri diantaranya :
-          Pendekatan Progresif
-          Pendekatan Tradisional

B.   KRITIK DAN SARAN
         Dalam penulisan makalah ini penulis tidak menutup kemungkinan terdapat kesalahan dalam penulisan, penguraian dan penyusunan kata-kata yang mungkin kurang baku dan sempurna.
         Kami mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah yang penulis tulis ini.














DAFTAR PUSTAKA

Drs.Ali Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1977.
Uyoh Sadullo, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT. Media Iptek, 1994.
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna Ismaun, 2001.
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan, Malang: Usaha Nasional, 1980.








Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan, (Malang: Usaha Nasional, 1980), hlm. 61.
Drs.Ali Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1977), hlm. 121.
Ibid., hlm. 123.
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Ismaun, 2001), hlm.
Uyoh Sadullo, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT. Media Iptek, 1994.), hlm.
Ibid.,hlm. 63.
Drs.Ali Saifullah H.A ,op.cit.,hlm. 128-131.